Minggu, 26 Maret 2017

PAMERAN FOTO DANIEL DI POLANDIA


The photographs in this exhibition represent only a fragment of artistic events taking place today in Indonesia. Performing arts thrive there drawing with sociopolitical issues that inspire the creators of contemporary art in many other countries.

Indonesia is a country of 17 504 islands, 1,340 ethnic groups and 546 languages. They are a source of great wealth and cultural diversity of Indonesia. The creators of art nowoczesnejsÄ… rooted in local traditions and draw inspiration from them. The exhibition "Indonesia on stage," reveals the reality of the contemporary stage of Indonesia. It shows that not only the traditional art known leaflets tourist offices, but also the works of contemporary artists contribute to the creation of wealth and diversity of the country.

Tempat : Museum Asia Pasifik. Warsawa di Polandia
Waktu 31 maret - 7 Mei 2017

Kamis, 23 Maret 2017

GERAK KAKI AKTOR TEATER DAN ENERGI ROH LELUHUR

foto dari http://ddcmontana.com/suzuki-method-of-actor-training/

 Dalam konteks seni tradisi (khususnya, teater), gedruk dan hentakan kaki tidak saja bentuk gerakan yang artinya mendorong, menekan atau mengusir musuh. Tindakan itu juga memiliki maksud mengundang kekuatan dari obyek yang dipuja: memanggil sebuah kekuatan masuk dalam diri seseorang  untuk memunculkan kekuatan dalam dirinya. Gesture semacaam itu dipercaya bisa mengusir roh-roh jahat dan memunculkan hal magis, mengijinkan roh-roh kebaikan masuk ke tubuh penampil. Roh-roh kebaikan itu memiliki kekuatan yang lebih besar dari roh-roh jahat. Beberapa gesture dalam bentuk hentakan kaki seperti dalam Kabuki dan Noh tidak diragukan berasal dari sensasi-sensasi fisik semacam itu. Gerakan roppo, secara harafiah berarti “jalan menghentak ke enam arah”, dapat diterjemahkan gerakan yang bertujuan memanggil pada roh-roh tersebut untuk membangkitkan energi spiritual dalam diri seseorang. Ketika sebuah roh masuk ke seseorang dengan melakukan gesture tertentu, maka orang itu berubah dan siap melakukan tindakan-tindakan dengan penuh kekuatan dan keberanian.

Itulah alasan mengapa drama-drama klasik Jepang banyak berlangsung di tempat-tempat dimana roh-roh semacam itu diperkirakan tinggal, misalnya pekuburan atau tempat-tempat dengan gundukan tanah disertai nisan menjulang. Selain itu orang sengaja meletakkan beberapa kendi atau guci yang diletakkan di bawah lantai panggung yang memang terdapat rongga di sana. Tujuan dari peletakan benda itu bukan hanya untuk menimbulkan efek gema saat para aktor menghentakkan kaki di atas panggung.  Tujuan lain adalah pemanggilan roh-roh leluhur untuk datang  membawa energi dan merasuki tubuh para pemain. Bila gema suara yang dihasilkan besar, maka hal itu membuktikan kehadiran roh-roh tersebut. Kehadirannya bisa dirasakan melalui sensasi fisik. Ini sebuah bentuk saling merespon antara aktor dan roh.

Beberapa komunitas masyarakat memberikan perhatian pada bagian bawah tubuh termasuk kaki untuk lebih dioperasikan ketimbang bagian atas. Ketika kaki menhentak dan menjejak bumi, maka hal itu menggambarkan otoritas dan dasar yang unik dari manusia. Kaki memiliki arti mendalam berkaitan hubungan antara manusia dan bumi.

(ditulis kembali setelah membaca "Culture is the Body" nya Tadashi Suzuki)

Rabu, 15 Maret 2017

GEDRUK DAN PIROUETTE SEBAGAI EKSPRESI GERAK KAKI

Membangun harmoni dan energi tubuh

foto dari ©Will Brenner Photography
Gedruk adalah istilah dalam Bahasa Jawa untuk menggambarkan atau mengartikan gerakan dalam pelatihan Metode Suzuki. Tenaga (energy) yang muncul ketika kaki menghentak ke lantai menyebar ke menuju tubuh bagian atas. Tetapi tenaga yang tidak mengalir ke tubuh bagian atas sebagaimana mestinya akan menyebabkan bagian itu bergetar (nggregeli). Untuk memperkecil kemungkinan transfer tenaga semacam itu, aktor harus belajar mengendali dan mengisi energi pada wilayah panggul. Dia memberi perhatian pada bagian tengah tubuh. Dia harus belajar mengukur secara terus-menerus hubungan antara bagian atas dan bawah. Semua itu dilakukan sembari melakukan gerakan menghentakkan kaki alias gedruk. Soal pernafasan juga penting. Jika aktor tersebut tidal memiliki ketepatan untuk mengkontrol pernafasan maka saat ia menuju akhir latihan tubuh bagian atasnya akan mulai gemetar. Ia akan kehilangan irama.

foto dari
http://cw.routledge.com/textbooks/actortraining/practitioner-bogart.asp
Teater modern tidak memberi tekanan pada ekspresi kaki. Untuk itu Metode Suzuki hadir memberi kaki kembali mempunyai arti. Latihan itu bentuknya gedruk Sebuah pertunjukan mulai ketika kaki aktor menyentuh tanah, parket, atau panggung. Aktor seperti meletakkan akar dan ia merasakan sensasi itu ketika ia mengangkat dengan ringan tubuhnya dari titik (akar) itu. Aktor menyusun seluruh keberadaa diri berlandaskan kesadaran hubungannya dengan tanah ketika ia membuat kontak dengan lantai. 

Soal kaki bersentuhan tanah beserta makna wigati yang terkandung di dalamnya juga ada pada balet. Pirouette adalah gerakan tubuh yang berputar dengan bertumpu hanya pada satu kaki pada balet. Pirouette menjadi simbol gagasan tentang hubungan tubuh (kaki) dengan tanah (bumi). Ini menjadi simbol harmoni dan keseimbangan antara langit dan bumi, tinggi dan rendah, tanpa bobot dan berat. Apa yang jadi pendapat Gerhard Zacharias, seorang pengamat tari asal Belanda ini juga menjadi kajian Tadashi Suzuki ketika ia menciptakan metode pelatihannya. 

Senin, 06 Maret 2017

TADASHI SUZUKI DAN DAYA HEWAN (Bagian 3)

Metode Suzuki adalah sebuah perlawanan terhadap modernisasi

(sumber foto: theatrebloggeratuni.files.wordpress.com)

Modernisasi menggelisahkan Tadashi Suzuki. Modernisasi telah melemahkan kemampuan aktor. Semenjak teater modern Jepang berusaha mengadopsi bentuk drama Eropa dan mengawinkannya secara teatrikal dengan gaya kotemporer Jepang, tidak ada ruang untuk gerakan kaki telanjang. Aktor harus memakai sepatu untuk tampil. Mereka memiliki cara berbicara “tanpa menyertakan kaki mereka.”. 

Pendapat Suzuki di atas mengingatkan saya pada Mbah Prapto (Suprapto Suryodarmo, Padepokan Lemah Putih). Satu kali, Mbah Prapto bilang, "Gus, coba kowe latiana mlaku." Guru Joged Amerta itu meminta saya berjalan dan mencoba merasakan persentuhan kedua telapak kaki dengan lantai. Sebuah latihan yang unik kala itu!

Tadashi Suzuki berjuang untuk merestorasi keseluruhan tubuh manusia dalam pemanggungan. Ia tidak begitu saja menciptakaan beragam bentuk semacam yang ada dalam Noh dan Kabuki, Suzuki mengambil nilai-nilai universal yang terkandung dalam Noh dan Kabuki dan tradisi pramodern lain. Dengan Pengembangan nilai-nilai terebut, Suzuki menciptakan sebuah kesempatan untuk menggabungkan kembali kemampuan tubuh yang telah terpotong-potong dan menghidupkan kembali kapasitas persepsi dan ekspresi tubuh.

Metode Suzuki adalah sebuah perlawanan terhadap modernisasi yang melemahkan kemampuan aktor. Ini bukan perlawanan biasa yang sekedar melawan hegemoni kekuatan artistik secara global. Metode Suzuki adalah bagian dari respon terhadap apa yang secara keseluruhan terjadi. Ketika modernisasi segala bidang telah menggerus nilai-nilai murni kemanusiaan bahkan menghinggapi dunia panggung, Susuki langsung berpaling pada  tradisi ia langsung cancut taliwandha!

Suzuki ingin membawa manusia (aktor) pulang ke peradaban sejati. Apalagi modernisasi telah punya dan menciptakan sendiri tentang makna peradaban. Ia ingin mendekatkan lebih erat lagi antara manusia (aktor) dengan bumi (panggung). Karena mereka seharusnya tidak terpisah, intim, saling memahami, saling menyalurkan kekuatan dan daya kewan menjadi pilihan.

Catatan: tiga bagian tulisan tentang Metode Suzuki ini bahannya dari buku “Culture is the Body” by Tadashi Suzuki. Buku itu adalah oleh-oleh berharga dari Mas Dipoyono saat berkunjung ke Jepang.

Fungsi Teater bagi Kehidupan Manusia

Theatre company YesYesNoNo is committed to live-streaming its show The Accident Did Not Take Place in the near future Teater membantu kita m...