Senin, 23 Oktober 2017

RASHOMON: Runtuhnya Kemegahan Peradaban Manusia

Rashomon menjadi salah satu lakon asing populer di dunia pertunjukan teater Indonesia. Jumlah angka yang besar mungkin akan muncul jika ada yang menghitung berapa kelompok teater pernah mementaskan naskah karya Ryunosuke Akutagawa ini. Naskah ini tentu saja memang memiliki daya tarik tersendiri. Bahkan sutradara film sekelas Akira Kurosawa pun mengangkatnya ke layar lebar. Meskipun tentu saja, ada pertimbangan tertentu bagi Kurosawa ketika ia membawa Rashomon ke layar lebar pada tahun 1950. Kurosawa mungkin melihat pergulatan Ryunosuke dalam karya ini juga menjadi pergulatannya sebagai sama-sama orang Jepang (meskipun mereka lahir dalam selisih 8 tahun).

Rashomon (2014) oleh The Jing-Ju Opera Troupe of National Taiwan College of Performing Arts
Ryunosuke memotret krisis kemanusiaan yang terjadi di tengah bangsanya (Jepang) lewat Rashomon dan In a Grove. Dua cerpen inilah yang kemudian menjadi naskah drama berjudul Rashomon. Naskah Rashomon yang diterjemahkan oleh Djohan A. Nasution paling banyak digunakan oleh berbagai kelompok teater di Indonesia. Djohan sendiri mementaskan lakon terjemahan itu di Taman Ismail Marzuki tahun 1970. Ia mengusung lakon itu bersama aktor-aktor yang tergabung dalam TENA (Teater Nasional Medan). Djohan dalam pengantar naskah juga menyebutkan bahwa ia menuliskan lakon itu berdasar dua cerpen Ryunosuke Akutagawa, yaitu Rashomon dan Pepohonan (In a Grove atau Yabu no Naka).

Rashomon terletak di Kota Kyoto saat ini. Bangunan ini adalah gerbang kota yang dibangun dengan megah selama Periode Heian (749-1185). Bangunan itu dibangun tahun 789 ini memiliki lebar 32 meter dan tinggi 7,7 m dan sebuah tembok batu setinggi 23 meter yang di atasnya terdapat tiang menjulang. Periode Heian adalah masa ketika Buddhisme, Taoism dan pengaruh Cina mencapai puncaknya. Periode ini dianggap sebagai puncak kejayan kekaisaran Jepang dan banyak memunculkan karya-karya seni khususnya puisi dan sastra. Pada masa itu juga terjadi pemberontakan di Cina dalam beberapa tahun terakhir pada abad ke-9. Hal ini membuat situasi politik tidak stabil dan menyebabkan gelombang perdagangan ke Cina berhenti. Tapi situasi ini memberi andil bagi  kemandirian bangsa Jepang yang juga mempengaruhi kebudayaannnya. Pintu gerbang Rashomon agaknya menjadi penanda kejayaan periode itu sebelum kemudian bangunan itu runtuh pada abad ke-12. Konon, setelah itu Rashomon mempunyai reputasi sebagai tempat persembunyian pencuri dan orang-orang bertingkah laku buruk. Orang-orang juga membuang mayat dan bayi tidak diinginkan di gerbang tersebut.

Nama gerbang yang hancur itulah yang menjadi setting utama bagi cerpen berjudul Rashomon karya Ryunosuke Akutagawa. Judul yang sama diambil oleh sutradara  film legendaris asal Jepang untuk karyanya. Akira Kurosawa membuat film berjudul Rashomon pada tahun 1950. Akutagawa bukan menceritakan kemegahan gerbang Rashomon sebaliknya ia membawa kisah tentang kemerosotan nilai kemanusiaan pasca keruntuhan gerbang itu. Rashomon menjadi tempat yang angker apalagi jika merujuk pada legenda rakyat Jepang yang menyebutkan bahwa gerbang itu adalah kediaman Ibaraki Doji (setan atau raksasa yang memiliki gigi sejak lahir) yang membawa kerusakan lingkungan.

Rashomon (2005) oleh Pittsburgh Repertory Theatre, USA
Kini, bahkan satu batu pondasi pun tidak tersisa di tempat yang dipercayai sebagai situs di mana Rashomon pernah berdiri. Orang hanya melihat sebuah pilar batu penanda tempat itu di mana pintu gerbang itu  pernah berdiri di sana. Penanda itu terletak di Timur Laut di mana terdapat  persilangan yang mempertemukan Jalan Kujo dan Jalan Senton atau Jalan Raya Senbon. Orang hanya bisa melihat sebuah tanda dari kayu ditulis dalam Bahasa Inggris dan Jepang menerangkan sejarah pintu gerbang itu. Situs tersebut berada di belakang toko tidak terkenal di Jalan Kujo dan terletak sangat dekat dengan playground  kecil. Meskipun ada halte bis terdekat bernama Rajomon, mereka yang tidak mengenal daerah itu tidak akan menemukan situs Rashomon. (ye)

Fungsi Teater bagi Kehidupan Manusia

Theatre company YesYesNoNo is committed to live-streaming its show The Accident Did Not Take Place in the near future Teater membantu kita m...