Senin, 02 September 2019

Seni Teater dan Aksi Sosial


Bagaimana seni mempengaruhi perubahan sosial atau politik? Perbincangan tentang hal itu sudah terjadi beberapa kali di lingkungan seni (teater) di Eropa dan Amerika. Selain itu juga di belahan lain di dunia termasuk Indonesia.

Sumber: https://www.emilyjupp.co.uk/counting-sheep-by-belarus-free-theatre-review/uncategorized/review/

Sejarah pertunjukan teater memiliki catatan panjang menjadikan pertunjukan sebagai bagian dari gerakan para aktifis. Misalnya intervensi jalanan yang dilakukan Bread and Puppet Theatre di Amerika Serikat dan beberapa kelompok lain.  Judy Chicago (penulis dan aktifis feminis) pernah berpendapat bahwa "pertunjukan dapat dipicu oleh kemarahan dengan cara yang tidak bisa dilakukan oleh lukisan atau patung". Segala jenis protes tingkat jalanan, semacam protes pro-demokrasi di Hong Kong, secara efektif merupakan bentuk teater.  Bentuk flash mob juga bisa menjadi upaya untuk membangkitkan kesadaran tentang sesuatu.

Jadi ketika seni dan aktivisme berjalan beriringan, apakah mereka benar-benar mengubah apa pun? Atau bisakah kita benar-benar berharap bahwa pertunjukan teater dengan mengusung nada desakan dan penuh amarah terhadap sebuah situasi bisa mendorong penonton bergegas membentuk barikade dan menggulingkan pemerintah?

Ada banyak teater politik, terutama di Eropa dan Amerika. Tetapi apakah pertunjukan-pertunjukkan semacam itu tidak berarti apa pun selain berkhotbah kepada orang yang “bertobat”? Bagaimana mereka bisa menyampaikan gagasan kritis mereka pada masyarakat yang lebih luas?

Pendiri dan aktivis teater Turki Memet Ali Alabora berpendapat bahwa acara-acara seni tentu saja dapat berkontribusi pada perubahan politik. Dia dan beberapa orang terlibat dalam pementasan drama di Cardiff (Inggris Raya), tempat ia mengasingkan diri. Sebelumnya   pemerintah Turki dan media pro-pemerintah menuduh dia melakukan pementasan bernunasa hasutan dan menjadi "latihan" untuk protes Taman Gezi 2013 di Istanbul.

Aksi itu disebut sebagai gelombang protes terbesar dalam sejarah Turki baru-baru ini. Ratusan ribu turun ke jalan untuk menentang usulan pembongkaran taman dalam kota untuk membuat jalan bagi pusat perbelanjaan bergaya Ottoman. Sebuah proyek yang mendapat dukungan secara pribadi oleh perdana menteri waktu itu (dan presiden saat ini) Recep Tayyip Erdoğan. Buntut aksi itu membuat Alabora mendapat ancaman karena aksinya itu. Seperti halnya Teater

Bahaya seperti itu mungkin tidak ada di Eropa dan Amerika, tetapi jelas ini menunjukkan bahwa seni dan teater masih dapat membuat perbedaan bagi kehidupan orang-orang di tingkat akar rumput. Tetapi apakah mungkin gerakan teater semacam itu bisa terjadi di daerah pinggiran (pedesaan)? Apakah isu-isu yang diusung dalam pertunjukan teater seacam itu hanya dapat menjangkau pikiran mereka yang tinggal di kota-kota besar.

Rhiannon White, dari Common Wealth Theatre (Inggris), berpendapat bahwa seniman yang mengerjakan karya seni bagi masyarakat perlu mengadopsi proyek-proyek yang benar-benar diinginkan masyarakat. Dia percaya seni komunitas tidak akan mengubah apa pun jika itu tidak memiliki efek berkelanjutan memberdayakan masyarakat untuk melanjutkan apa yang telah dimulai.

Direktur artistik Battersea Arts Centre (London, Inggris), David Jubb mengamati bahwa teater “melayani lebih banyak kalangan tertentu dan berisiko menjadi tidak relevan bagi banyak orang. Teater lebih disukai segelintir orang”. Dia mengatakan ini adalah "sangat merugikan seniman dan peran potensial mereka sebagai pembuat perubahan".

Sumber: https://dailybruin.com/2019/04/23/forum-theatre-performance-to-promote-audience-participation-with-social-issues/

Gagasan tentang seniman sebagai pendorong perubahan adalah gagasan bagus sekaligus memiliki daya tarik khusus ketika isu hak azasi manusia semakin dibangkitkan. Tindakan mengumpulkan banyak orang dalam sebuah tonotonan itu manjur, sekaligus berpotensi berbahaya.

Pementasan teater di Royal Court (gedung teater di Inggris), betapapun mengusung nada kemarahan dan ketegangan, mungkin tidak akan membawa perubahan sosial. Sebaliknya para pembuat karya teater tingkat akar rumput mungkin bisa membuat masyarakat bersatu secara sosial, mengakhiri isolasi, menyelesaikan masalah lokal dan mengartikulasikan ambisi mereka. Peristiwa teater yang mereka lakoni menantang budaya dominan dan cara berpikir dan tindakan  yang mapan. Para kreator ini membuktikan bahwa teater dan aktivisme adalah rekan seperjalanan. Teater dan aktvisme lebih kuat bersama daripada terpisah. (ye)


sumber: https://www.theguardian.com/stage/theatreblog/2016/mar/23/theatre-effective-protest-activism-change-debate

Fungsi Teater bagi Kehidupan Manusia

Theatre company YesYesNoNo is committed to live-streaming its show The Accident Did Not Take Place in the near future Teater membantu kita m...