Senin, 26 Februari 2018

TEATER DAN (TAHUN) POLITIK - Bagian 2


Teater tidak bisa terpisah dari (berita) Politik
Diep Tran memberi catatan berkiat hubungan teater dan politik ini saat ia hadir pada acara Philadellphia Fringe Festival 2017. Americana Psychobabble adalah satu dari 170 lebih pertunjukan yang disajikan selama 17 hari Philadelphia Fringe Festival  2017 yang diadakan setiap bulan September.  

Diep Tran mengakui bahwa ia seharusnya memberi catatan tentang festival teater itu sendiri. Tetapi Diep Tran berpendapat bahwa politik telah menyusupi setiap aspek kehidupan kita, apakah kita suka atau tidak.

Ini adalah jaman hyperconnectivity dengan siklus kemunculan berita sepanjang 24 jam tiada henti. Saat kita mematikan telepon kita dan duduk di teater yang gelap, maka kita sebenarnya sedang menyimpan berita utama hari ini di gadget kita.

Dan jika ada sesuatu di atas panggung yang jelas bersinggungan atau hanya samar-samar sebagaimana dibahas di CNN, otak kita secara otomatis akan menghubungkan itu. Hal itu sudah  hampir menjadi  naluriah sekarang. Oleh karena itu seniman (teater) yang ingin mendalami permasalahan politik harus bisa membuat keseimbangan antara keberpihakan dan polemik dengan nuansa dan urgensi.




sumber: http://www.internationalwow.com/newsite/comfortsafety/comfort.html
Respon Bijak pada Isu-isu Terkini
Tahun politik 2018 ini mungkin beberapa seniman baik individu ataupun kelompok akan “peye” berkaitan dengan propaganda, kampanye dan sejenisnya. Bukan benar atau salah, boleh atau tidak masalahnya. Toh, misalnya hari ini kita berada di panggung “partai hitam” dan besok di panggung “partai putih” juga tidak masalah.

Kebutuhan pragmatis dan praktis (menjaga kendhil tidak ngguling) sekadang menjadi alasan klasik. Tapi kita harus menghormati mereka yang menempatkan teater sebagai ruang terbuka dan demokratis. Sebuah ruang yang tidak sembarang ideologi dan gagasan masuk sehingga menghilangkan netralitas teater. Karena teater seharusnya menjadi ruang berpikir alternatif bagi berbagai kuasa ideologi dan gagasan yang mengada.

Philadellphia Fringe Festival 2017 menampilkan karya-karya yang di antaranya mengusung tema berkaitan dengan situasi politik terkini, Misalnya perubahan iklim, kebrutalan polisi, rasisme. Pertunjukan-pertunjukan tersebut berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan besar politik pada tahun 2017 dan itu semua tampaknya bukan kebetulan (dikaitkan dengan Pilpres Amerika). Tetapi Diep Tren bertanya-tanya pada beragam pertunjukan-pertunjuakan yang dibebani masalah politik itu.

Teater Punya Potensi Sebagai Pencipta Perubahan
Diep Tran mempertanyakan apa seharusnya peran seni pada tahun 2017? Ketika berita-berita terasa seperti maraton teater yang melelahkan. Kita seperti disuguhi persaingan-persaingan di atas panggung drama.

Kemudian apa yang bisa panggung teater hadirkan pada kesadaran kita bahwa kita tidak sekedar bersumber dari CNN atau stasiun berita televisi lain atau akunTwitter Presiden atau kementerian negara tertentu?

Marc Bamuthi Joseph menjawab pertanyaan Diep Tren itu. Penulis dan dramawan itu berkata, “seni bisa mengubah pikiran.  Perubahan itu lama-lama bisa dianggap normal. Itu yang terjadi dalam budaya kita. Sehingga opini sebenarnya bisa membentuk kebijakan. Kemampuan itu bisa dilakukan oleh seniman.  Lihat saja, penceritaan tentang budaya Amerika berada di tangan seniman.”

“Perlu dipahami juga bahwa perubahan pikiran dan kelangsungan budaya, tidak terjadi seketika. Perubahan-perubahan tersebut tidak terjadi dalam hitungan siklus ekonomi perkuartal. Hal itu terjadi dalam siklus pemilu 4 tahunan.  Sebagian seniman (teater) dan pemikir terkemuka memahami hal itu. Oleh karena itu, mereka melakukan perubahan dengan cara langkah demi langkah bukan lompatan demi lompatan. Teater memang bukan pemerintah; tetapi ia punya fungsi sebagai penunjuk jalan,” lanjut Marc Bamuthi Joseph.

Harus Lebih Bangkitkan Kesadaran 
Deap Tran mengemukakan bahwa jika seniman berupaya merespon hal-hal besar berkaitan pertanyaan-pertanyaan seputar lingkungan dan sosial ekonomi yang berseliweran di sekeliling kita, mereka harus melakukannya dengan hati-hati dan sungguh-sungguh.

“Saya tidak mengalami katarsis sebelum batin saya tersentak hebat karena apa yang saya lihat lihat lebih dalam daripada yang saya hanya baca headline berita dari hape saya,” ucap kritikus teater Koran New York Time, Ben Brantley.

Penonton jaman now lebih memiliki kesadaran dan kritis. Oleh karena itu, seniman teater harus melalukan yang terbaik menghadapi penonton seperti itu. Khususnya jika karya mereka sedang mempersoalkan isu-isu terkini.

Terutama isu-isu yang sekadang terlalu besar sehingga banyak orang merasa tidak berdaya menghadapinya. Bahkan termasuk si seniman teater sendiri sebenarnya tidak punya solusi atas masalah yang mereka dramatisasikan di atas panggung.


sumber: http://fringearts.com/wp-content/uploads/2017/08/unnamed-11.jpg
 Teater sebagai Penyeimbang yang Bijak
Seniman teater seyogyanya menjadikan karya mereka sebagai sebuah penyeimbang berbagai isu dari sisi seni. Jika teater berfungsi sebagai sebuah petunjuk, maka teater seharusnya mengarahkan penonton menuju jawaban-jawaban atau tindakan-tindakan.

Teater juga butuh mengolah masalah lebih baik sehingga penonton punya alasan mengapa mereka harus tinggal di dalam gedung pertunjukan. Tontonan teater yang menyajikan banyak pertanyaan dan isu tidak menjamin pertunjukan berhasil. Tontonan spektakuler dengan biaya besar tidak menjamin kepuasan penonton. Bisa jadi sesuatu yang kecil dan sederhana, seperti “yoga tertawa” dalam lakon Americana Psychobabble karya Tatarsky di atas lebih mengena.

Selain itu, seniman teater harus memiliki kemampuan membangun ruang dan waktu sedemikian rupa. Sehingga mereka bisa mengaja penonton masuk ke sebuah ruang, menyingkirkan telepon, dan mengarahkan perhatian pada panggung. Seniman teater harus memanfaatkan ruang dan waktu itu sebaik-baiknya. Hal itu memiliki potensi menciptakan pemanggungan yang berhasil. (ye)

adaptasi dari tulisan Diep Tran berjudul:
How to Make Relevant Theatre in 2017: Lessons From Philly Fringe
Theatre is reflecting our world back at us. But are we feeling it?

Kamis, 22 Februari 2018

TEATER DAN (TAHUN) POLITIK - bagian 1

 “Meskipun ini pura-pura, tetapi tetap ada manfaatnya,”terang performer Alexandra Tatarsky pada penonton. Beberapa manfaat tersebut di antaranya melepaskan ketegangan, mengendurkan tekanan, dan membangun kekuatan inti,” lanjut Tatarsky ketika ia menyebut apa yang ia tampilkan itu adalah sebagai “yoga tertawa.” Dalam pertunjukan itu, penonton mengikuti arahan Tatarsky seperti pura-pura menangis, tertawa dan muntah, tertawa dan teriak.

sumber: www.culturebot.org/2017/09/27514/americana-psychobabble-alexandra-tatarfsky-at-fringearts-philadelphia/

Itulah pertunjukan berjudul Americana Psychobabble karya Tatarsky yang digambarkan oleh Diep Tran, editor senior majalah American Theater.  Penulis kritik teater itu menggambarkan penampilan Tatarsky yang nyleneh. Dia mengenakan kostum dengan simbol-simbol  kebesaran Amerika dan  dia tampil bak ratu kecantikan “nyleneh.” Dia melontarkan serangkaian kata-kata yang tidak masuk akal namun sepenuhnya bertema Amerika. Penonton seperti menyimak sebuah liputan berita politik yang berseting sebuah di Taman Hiburan Rakyat (THR).

Teater dan Tema Politik
Pertunjukan itu terinspirasi oleh Konvensi Nasional Partai Republik dalam rangka Pilpres di Amerika Serikat yang ditulis oleh Diep Tran sebagai "pemilihan badut." Inti dari pertunjukan ini adalah ketika semuanya kelihatan konyol, maka satu-satunya hal yang dapat Anda lakukan adalah menertawakan, menangis, dan menjerit.

Tema-tema politik memang akrab dalam dunia pertunjukan teater di manapun di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Tema-tema politi terutama sangat menguat saat Orde Baru. Teater menjadi corong melepaskan kritik dan uneg-uneg terhadap kebijakan politik penguasa. Itu adalah “tahun-tahun politik” buat teater Indonesia. Setelah itu, “fungsi corong” seperti itu menyusut. Tema politik belum sirna tetapi kini menjadi dominasi eksekutif, parlemen dan parpol. Akankah di tahun politik 2018 (dikaitkan Pilkada serentak di beberapa daerah) teater masih tiarap bicara politik?

Membuka Ruang Kesadaran Pelaku dan Penonton
“Sebenarnya, hal itu (mengusung tema politik sebagai bentuk kritik) perlu dan penting, ketimbang bersikap acuh tak acuh dan mati rasa,” kata dramawan Marc Bamuthi Joseph, "Kita berada di situasi miskin empati, sehingga berdampak pada keengganan untuk bertindak meresponi situasi politik yang terjadi," katanaya kepada Diep Tran.

"Saya pikir cara terbaik untuk melawan ketidakbenaran adalah dengan membangkitkan kepercayaan diri dan kemampuan orang agar mereka percaya pada apa yang mereka yakini." Bamusthi juga menambahkan: "Selama hal seperti itu tidak menghancurkan atau membatasi dengan kekerasan terhadap akses orang lain untuk menyalurkan hak suara, maka itu tidak apa-apa."

(bersambung)

adaptasi dari tulisan Diep Tran berjudul:
How to Make Relevant Theatre in 2017: Lessons From Philly Fringe
Theatre is reflecting our world back at us. But are we feeling it?

Rabu, 14 Februari 2018

LIMA ALASAN KITA MASIH BUTUH TEATER

Kebuntuan dalam berteater bukanlah situasi yang asing dihadapi oleh pelaku teater. Tetapi hal itu meskipun kerap menjadi pengalaman yang semakin terasa dari tahun ke tahun, pelaku teater tidak tersungkur loyo dan menyerah. Mereka selalu punya harapan dan itu tak pernah padam.

sumber: https://www.nature.org/cs/groups/webcontent/@web/@africa/documents/media/tuungane-drama-group-940x600.jpg

Pada Januari 2017, seorang penulis dan pengamat teater bernama Katie Kelaidis mengungkapkan hal itu. Penulis yang memiliki fokus pada pertemuan antara seni, politik, dan agama ini tidak puas atas geliat teater di 2016. Dia memiliki pengharapan lebih baik waktu selanjutnya. Lantas, kenapa dia membutuhkan teater yang lebih baik pada 2017? Berikut ini alasannya.

Teater itu demokratis
Sementara kini teater tampaknya menjadi sebuah kesenangan “elit” tertentu yang sedang berlawanan dengan pihak lain dalam sebuah kegaduhan politik yang terjadi. Padahal fakta sejarah menunjukkan bahwa teater adalah sebuah bentuk kesenian paling demokratis.
Itu kenapa Shakespeare suka sekali memasukkan guyonan cabul dalam karya-karya lakonnya yang bisa disantap oleh penonton kelas pekerja maupun kelas bangsawan. Meskipun sejarah teater modern telah tercerabut dari akar egaliter, DNA pertunjukan seperti itu bisa diakses secara umum. Itu sebabnya hingga kini, teater dapat diproduksi oleh rakyat dan komunitas pinggiran.

Teater memiliki potensi untuk menyampaikan suara bagi lebih banyak orang dan didengar oleh lebih banyak telinga daripada forum ekspresi tradisional lain. Hal ini dikarenakan teater tidak memerlukan hal-hal yang sering tidak dimiliki sebagian besar orang “tertindas” di seluruh dunia: akses internet, peralatan rekaman, dan bahkan literasi.

Teater bisa Bersifat Segera (Segar)
Selain demokratis, teater juga telah memiliki nilai kesegeraan (segar). Film bisa menghabiskan waktu bertahun-tahun dalam produksi dan buku bisa puluhan tahun untuk ditulis. Di sisi lain, teater dapat diciptakan secara cepat, memiliki ruang kemungkinan mengerjakan sebuah tema segera.

Jenis tema semacam ini biasanya bernuansa kritik dalam bentuk seni protes dan berbau politik. Selain itu, dalam peristiwa tragedi yang bertemu dengan ketidakpedulian, teater adalah ruang terbaik yang bisa menyentuh kemanusiaan.

Hal di luar teater bisa berjalan tetapi mereka terlalu lamban. Ketika sebuah krisis terjadi, teater mampu melakukan respon dengan cepat. Teater bisa segera melakukan produksi dan ditonton berkaitan dengan momen yang direspon.

Fleksibelitas adalah Keharusan
Penciptaan seni sebagai sebuah bentuk respon terhadap momen yang terjadi (politik misalnya) sering kali berhadapan dengan situasi yang terus berkembang. Oleh karena itu, fleksibelitas perlu dalam hal ini.
Film begitu selesai editing akan sulit berubah. Sebuah buku sekali diterbitkan sudah selesai. Ketika cat sudah kering di atas kanvas, maka lukisan selesai. Tetapi teater adalah sebuah hal berbeda. Pada setiap pertunjukan ada kesempatan untuk menciptakan hal baru.

Dengan demikian, teater memiliki kemungkinan merespon peristiwa yang sedang terjadi dan penonton. Di tengah masa yang bergejolak, fleksibelitas adalah segalanya. Fleksibelitas teater ini bisa menjadi kekuatan sebuah bentuk protes politik. Fleksibelitas dapat menyuarakan hal-hal terkini secara terbuka. 
    
Kumpulan Orang itu perlu
Di sebuah dunia yang cenderung terpecah belah dan kecil, kumpulan orang itu perlu. Mereka mengikat perjanjian untuk saling percaya di tengah masyarakat, untuk sebuah kekuatan keberagaman, dan kebahagiaan hidup di sebuah dunia yang lebih besar dari diri kita sendiri.

Sementara teater sangat jelas tidak hanya memberi kesempatan untuk berkumpul bersama. Ada hal khusus dan bermanfaat di sana. Teater bisa berada di ruang kecil atau besar, megah atau umum.

Teater mendatangkan kesempatan itu pada berbagai komunitas untuk datang bersama, duduk di kegelapan, dan berbagi perjalanan unik dan tak terulang kembali. Ada kekuatan dalam perjalanan tersebut. Hal itu menjadi kekuatan untuk menciptakan perubahan di luar gedung teater sesaat setelah cahaya lampu-lampu pertunjukan padam.
 
sumber: http://mediad.publicbroadcasting.net/p/wksu/files/styles/x_large/public/201608/IMG_6810.jpg

Kisah-kisah yang sangat Kuat

Kekuatan dari perjalanan (journey) di atas bisa dirasakan. Hal itu juga menjadi pengalaman nyata karena apa yang terjadi bersumber dari  cerita-cerita yang disampaikan oleh banyak orang di sekitar kita.

Ini adalah pengembangan dari empati untuk menghasilkan yang terbaik. Hal ini juga sebuah cara lama dan mendasar di mana orang belajar saling berhubungan.
Penulis dongeng Jerman Kurt Ranke berkata bahwa manusia adalah homo narrans –makhluk menyampaikan banyak cerita. Dongeng itu menjadi bagian dari denyut kehidupan manusia sejak jaman dahulu. Dan teater adalah manifestasi paling kuat.

Pada masa-masa mendatang kita masih akan membutuhkan untuk menyampaikan cerita-cerita kita dan mendengar cerita-cerita dari orang lain. Teater adalah bentuk paling mendalam, fleksibel, bersifat segera, dan demokratis untuk menyampaikan cerita. Dan itu lebih penting dari sekedar teater itu diciptakan, diproduksi dan dlihat.


Diadaptasi dari “5 Reasons We Need the Theatre More Than Ever in 2017” oleh Katie Kelaidis

Fungsi Teater bagi Kehidupan Manusia

Theatre company YesYesNoNo is committed to live-streaming its show The Accident Did Not Take Place in the near future Teater membantu kita m...