Senin, 08 Mei 2017

TUBUH AKTOR SEBAGAI KANVAS

Seorang pakar antropologi dan sosiologi, David Le Breton bilang bahwa kelenturan, keluwesan, dan keliatan tubuh menjadi satu hal biasa dan lumrah dalam masyarakat pos-industri. Dia melihat anatomi tubuh tidak lagi menjadi satu kesatuan dengan hakekat keberadaan manusia. Anatomi menjadi sebuah asesori belaka untuk sebuah presentasi, bahan mentah bagi dunia fashion, serta menjadi bidang untuk menampilkan spesial efek. Mengolah tubuh dan mempresentasikannya memang bukan pilihan satu-satunya dalam pertunjukan saat ini. 
sumber: http://ausdance.org.au/uploads/content/news/2015/GOM-Photo-Steve-Ullathorne.jpg
Persiapan tubuh dengan berbagai metode pelatihan bisa jadi khusus menjadikan tubuh sebagai kanvas, layar, atau dinding. Kerja kreatif lain bisa mengisi karya-karya lain di atasnya. Migrasi tubuh (meminjam istilah tema Hari Tari Dunia 2017 di Solo) karenanya bisa jadi perpindahan tubuh belaka. Seperti pendapat David Le Breton bahwa kemanapun tubuh pergi hanya sebagai asesori belaka. Atau tubuh sebagai kanvas yang ditorehi kecanggihan seni digital semacam visual effect. Penampilan tubuh sangat bergantung pada kekuatan karya multi media.

Tubuh aktor juga bisa mengalami hal seperti itu.  Kreator terlalu sibuk bermain-main dengan elemen-elemen lain selain tubuh aktor. Tontonan-tontonan semacam itu memang memukau dan memanjakan secara visual. Itu tetap asyik. Kita bukan lagi di jaman bersuntuk dengan tubuh saja. Joged Amerta nya mbah Prapto (Suprapto Suryodarmo) mungkin jadi bukan barang asyik buat tubuh-tubuh muda. Metode Suzuki dengan gedruknya bisa jadi terlalu berat buat  tubuh-tubuh masa kini. Sutradara mungkin “tergoda” untuk juga mencicipi kecanggihan visual effect, tetapi bisa berbahaya jika maunya hanya biar dibilang keren. Sutradara tidak cukup kuat gagasannya memasang visual effect yang ada. Selanjutnya tubuh-tubuh aktor hanya jadi kanvas belaka atau tenggelam oleh kecanggihan tehnologi. 

Kembali ke istilah migrasi tubuh (saya merasa keren dan seksi mengucapkan istilah ini!). Tubuh memang melakukan perjalanan setiap hari. Pikiran dan perasaan turut serta di dalamnya. Tetapi apakah pikiran dan perasaan itu mengendali tubuh sepenuhnya pada setiap tempat yang mereka tuju? Atau mereka hanya mempersiapkan diri untuk pasrah dan berserah diri di setiap tempat pemberhentian? Dalam pelatihan tubuh semacam Joged Amerta dan Metode Suzuki (keaktoran), orang belajar membuka kesadaran diri dalam mengendali tubuh.

Tidak ada komentar:

Fungsi Teater bagi Kehidupan Manusia

Theatre company YesYesNoNo is committed to live-streaming its show The Accident Did Not Take Place in the near future Teater membantu kita m...