Kebuntuan dalam berteater
bukanlah situasi yang asing dihadapi oleh pelaku teater. Tetapi hal itu meskipun
kerap menjadi pengalaman yang semakin terasa dari tahun ke tahun, pelaku teater
tidak tersungkur loyo dan menyerah. Mereka selalu punya harapan dan itu tak
pernah padam.
sumber: https://www.nature.org/cs/groups/webcontent/@web/@africa/documents/media/tuungane-drama-group-940x600.jpg |
Pada Januari 2017, seorang penulis dan pengamat teater bernama Katie Kelaidis mengungkapkan hal itu. Penulis yang memiliki fokus pada pertemuan antara seni, politik, dan agama ini tidak puas atas geliat teater di 2016. Dia memiliki pengharapan lebih baik waktu selanjutnya. Lantas, kenapa dia membutuhkan teater yang lebih baik pada 2017? Berikut ini alasannya.
Teater
itu demokratis
Sementara kini teater tampaknya
menjadi sebuah kesenangan “elit” tertentu yang sedang berlawanan dengan pihak
lain dalam sebuah kegaduhan politik yang terjadi. Padahal fakta sejarah menunjukkan
bahwa teater adalah sebuah bentuk kesenian paling demokratis.
Itu kenapa Shakespeare suka
sekali memasukkan guyonan cabul dalam karya-karya lakonnya yang bisa disantap
oleh penonton kelas pekerja maupun kelas bangsawan. Meskipun sejarah teater
modern telah tercerabut dari akar egaliter, DNA pertunjukan seperti itu bisa
diakses secara umum. Itu sebabnya hingga kini, teater dapat diproduksi oleh
rakyat dan komunitas pinggiran.
Teater memiliki potensi
untuk menyampaikan suara bagi lebih banyak orang dan didengar oleh lebih banyak
telinga daripada forum ekspresi tradisional lain. Hal ini dikarenakan teater
tidak memerlukan hal-hal yang sering tidak dimiliki sebagian besar orang “tertindas”
di seluruh dunia: akses internet, peralatan rekaman, dan bahkan literasi.
Teater
bisa Bersifat Segera (Segar)
Selain demokratis, teater
juga telah memiliki nilai kesegeraan (segar). Film bisa menghabiskan waktu
bertahun-tahun dalam produksi dan buku bisa puluhan tahun untuk ditulis. Di
sisi lain, teater dapat diciptakan secara cepat, memiliki ruang kemungkinan mengerjakan
sebuah tema segera.
Jenis tema semacam ini
biasanya bernuansa kritik dalam bentuk seni protes dan berbau politik. Selain itu,
dalam peristiwa tragedi yang bertemu dengan ketidakpedulian, teater adalah
ruang terbaik yang bisa menyentuh kemanusiaan.
Hal di luar teater bisa
berjalan tetapi mereka terlalu lamban. Ketika sebuah krisis terjadi, teater mampu
melakukan respon dengan cepat. Teater bisa segera melakukan produksi dan
ditonton berkaitan dengan momen yang direspon.
Fleksibelitas
adalah Keharusan
Penciptaan seni sebagai
sebuah bentuk respon terhadap momen yang terjadi (politik misalnya) sering kali
berhadapan dengan situasi yang terus berkembang. Oleh karena itu, fleksibelitas
perlu dalam hal ini.
Film begitu selesai editing
akan sulit berubah. Sebuah buku sekali diterbitkan sudah selesai. Ketika cat sudah
kering di atas kanvas, maka lukisan selesai. Tetapi teater adalah sebuah hal
berbeda. Pada setiap pertunjukan ada kesempatan untuk menciptakan hal baru.
Dengan demikian, teater memiliki
kemungkinan merespon peristiwa yang sedang terjadi dan penonton. Di tengah masa
yang bergejolak, fleksibelitas adalah segalanya. Fleksibelitas teater ini bisa menjadi
kekuatan sebuah bentuk protes politik. Fleksibelitas dapat menyuarakan hal-hal
terkini secara terbuka.
Kumpulan
Orang itu perlu
Di sebuah dunia yang
cenderung terpecah belah dan kecil, kumpulan orang itu perlu. Mereka mengikat
perjanjian untuk saling percaya di tengah masyarakat, untuk sebuah kekuatan
keberagaman, dan kebahagiaan hidup di sebuah dunia yang lebih besar dari diri
kita sendiri.
Sementara teater sangat
jelas tidak hanya memberi kesempatan untuk berkumpul bersama. Ada hal khusus
dan bermanfaat di sana. Teater bisa berada di ruang kecil atau besar, megah
atau umum.
Teater mendatangkan
kesempatan itu pada berbagai komunitas untuk datang bersama, duduk di kegelapan,
dan berbagi perjalanan unik dan tak terulang kembali. Ada kekuatan dalam
perjalanan tersebut. Hal itu menjadi kekuatan untuk menciptakan perubahan di
luar gedung teater sesaat setelah cahaya lampu-lampu pertunjukan padam.
Kekuatan dari perjalanan (journey) di atas bisa dirasakan. Hal itu juga menjadi pengalaman nyata karena apa yang terjadi bersumber dari cerita-cerita yang disampaikan oleh banyak orang di sekitar kita.
Ini adalah pengembangan dari
empati untuk menghasilkan yang terbaik. Hal ini juga sebuah cara lama dan
mendasar di mana orang belajar saling berhubungan.
Penulis dongeng Jerman Kurt
Ranke berkata bahwa manusia adalah homo
narrans –makhluk menyampaikan banyak cerita. Dongeng itu menjadi bagian
dari denyut kehidupan manusia sejak jaman dahulu. Dan teater adalah manifestasi
paling kuat.
Pada masa-masa mendatang
kita masih akan membutuhkan untuk menyampaikan cerita-cerita kita dan mendengar
cerita-cerita dari orang lain. Teater adalah bentuk paling mendalam, fleksibel,
bersifat segera, dan demokratis untuk menyampaikan cerita. Dan itu lebih
penting dari sekedar teater itu diciptakan, diproduksi dan dlihat.
Diadaptasi
dari “5 Reasons We Need the Theatre More Than Ever in 2017” oleh Katie Kelaidis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar