“Meskipun
ini pura-pura, tetapi tetap ada manfaatnya,”terang performer Alexandra Tatarsky pada penonton. Beberapa manfaat
tersebut di antaranya melepaskan ketegangan, mengendurkan tekanan, dan membangun
kekuatan inti,” lanjut Tatarsky ketika ia menyebut apa yang ia tampilkan itu
adalah sebagai “yoga tertawa.” Dalam pertunjukan itu, penonton mengikuti arahan
Tatarsky seperti pura-pura menangis, tertawa dan muntah, tertawa dan teriak.
sumber: www.culturebot.org/2017/09/27514/americana-psychobabble-alexandra-tatarfsky-at-fringearts-philadelphia/ |
Itulah
pertunjukan berjudul Americana Psychobabble karya
Tatarsky yang digambarkan oleh Diep Tran, editor senior majalah American
Theater. Penulis kritik teater itu
menggambarkan penampilan Tatarsky yang nyleneh.
Dia mengenakan kostum dengan simbol-simbol kebesaran Amerika dan dia tampil bak ratu kecantikan “nyleneh.” Dia melontarkan serangkaian
kata-kata yang tidak masuk akal namun sepenuhnya bertema Amerika. Penonton
seperti menyimak sebuah liputan berita politik yang berseting sebuah di Taman Hiburan
Rakyat (THR).
Teater dan Tema Politik
Pertunjukan
itu terinspirasi oleh Konvensi Nasional Partai Republik dalam rangka Pilpres di
Amerika Serikat yang ditulis oleh Diep Tran sebagai "pemilihan badut."
Inti dari pertunjukan ini adalah ketika semuanya kelihatan konyol, maka satu-satunya
hal yang dapat Anda lakukan adalah menertawakan, menangis, dan menjerit.
Tema-tema
politik memang akrab dalam dunia pertunjukan teater di manapun di berbagai
belahan dunia, termasuk Indonesia. Tema-tema politi terutama sangat menguat
saat Orde Baru. Teater menjadi corong melepaskan kritik dan uneg-uneg terhadap
kebijakan politik penguasa. Itu adalah “tahun-tahun politik” buat teater
Indonesia. Setelah itu, “fungsi corong” seperti itu menyusut. Tema politik
belum sirna tetapi kini menjadi dominasi eksekutif, parlemen dan parpol.
Akankah di tahun politik 2018 (dikaitkan Pilkada serentak di beberapa daerah)
teater masih tiarap bicara politik?
Membuka Ruang Kesadaran
Pelaku dan Penonton
“Sebenarnya,
hal itu (mengusung tema politik sebagai bentuk kritik) perlu dan penting, ketimbang
bersikap acuh tak acuh dan mati rasa,” kata dramawan Marc Bamuthi Joseph, "Kita
berada di situasi miskin empati, sehingga berdampak pada keengganan untuk
bertindak meresponi situasi politik yang terjadi," katanaya kepada Diep
Tran.
"Saya
pikir cara terbaik untuk melawan ketidakbenaran adalah dengan membangkitkan
kepercayaan diri dan kemampuan orang agar mereka percaya pada apa yang mereka
yakini." Bamusthi juga menambahkan: "Selama hal seperti itu tidak menghancurkan
atau membatasi dengan kekerasan terhadap akses orang lain untuk menyalurkan hak
suara, maka itu tidak apa-apa."
(bersambung)
adaptasi dari tulisan Diep Tran berjudul:
How to Make Relevant Theatre in 2017: Lessons From
Philly Fringe
Theatre is reflecting our world back at us. But
are we feeling it?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar